Oleh: Yulia
Pegiat Pena Banua
Beritakan.my.id, Opini--Kartini menjadi sosok perempuan yang menjadi simbol perubahan dan kesetaraan gender di Indonesia. Sudah selayaknya pada bulan April ini dijadikan ajang pemerintah untuk memotivasi para perempuan untuk berperan penting dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi masyarakat. Salah satunya adalah isu stunting, khususnya di daerah Kalimantan Selatan.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mengoptimalkan peran wanita pada peringatan Hari Kartini ke-147 dengan mengangkat tema “Kartini Masa Kini: Lawan Stunting dengan Pengetahuan dan Kepedulian” (berita aja.com, 30-04-2025). Tema tersebut mengambarkan peran perempuan sebagai salah satu sarana untuk menurunkan angka stunting. Selain itu, Pemerintah daerah juga bersinergi untuk memberikan edukasi kepada perempuan tentang stunting.
Sehingga melalui momentum Hari Kartini, DPPPA-KB juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus memperjuangkan nilai-nilai keadilan sosial, kesetaraan gender, serta ketahanan keluarga sebagai pondasi pembangunan daerah yang inklusif dan berkelanjutan (diskominfomc Kalsel, 30-04-2025).
Baca juga:
Syahidnya Para Jurnalis Hanya Jihad Solusinya
Hal ini didukung oleh Gubernur Kalsel yang menyampaikan apresiasi tinggi kepada para perempuan Banua yang selama ini aktif dalam edukasi gizi, pola asuh anak, hingga inisiatif lokal dalam pemberdayaan keluarga. Menurutnya, pengetahuan dasar tentang kesehatan ibu dan anak, makanan bergizi, serta sanitasi yang baik adalah kunci dalam memutus rantai stunting.
Berbagai upaya diatas adalah wujud dari kepedulian pemerintah terhadap kondisi masyarakat yang mengalami stunting tiada henti sehingga dilakukanlah berbagai solusi. Namun belum ada solusi yang berhasil menurunkan angka stunting secara signifikan. Nurul Fajar Desira, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat menjelaskan bahwa, hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, Provinsi Kalimantan Selatan menunjukan keberhasilan menurunkan angka stunting dari 30 persen menjadi 24,6 persen, yang berarti terjadi penurunan sebesar 5,4 persen."
Masalah utama dari stunting bukan hanya masalah gizi. Tetapi juga berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat yang dapat memberikan makanan yang bergizi kepada keluarganya. Hal ini juga berkaitan dengan keadaan ekonomi di negeri ini. Bukan hanya peran perempuan.
Hal ini juga lebih dari sekadar persoalan kesehatan. Yang harus kita pahami, stunting adalah wujud dehumanisasi oleh peradaban Kapitalisme, yakni ketika keberadaan ibu dan anak diposisikan tidak lebih dari semata penggerak roda industrialisasi bagi hajat hidup mereka sendiri. Sehingga, pemenuhan hajat hidup mereka jauh dari yang semestinya. Tidak heran jika stunting diderita ratusan juta anak di tingkat global dan puluhan juta di negeri ini.
Baca juga:
Halal Haram Terdistrak Kapitalisasi
Selain itu, intervensi kesetaraan gender, kemudian pola asuh tetap memprihatinkan. Seharusnya semua bayi menerima ASI, namun dalam lima tahun terakhir belum terlihat kemajuan yang berarti. Hanya bayi di bawah usia enam bulan yang memperoleh ASI eksklusif.
Data Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa hanya bertambah 7,28% (dari 66,69%) pada 2019 menjadi 73,97% (2023). Angkanya tentu lebih kecil lagi untuk pemberian ASI selama dua tahun. Hal ini disebabkan perempuan yang diberikan tugas ganda selain menjadi ibu, dia juga harus menjadi pekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Sehingga yang dikorbankan adalah kebutuhan anak.
Dengan demikian kita dapat mengetahui bahwa permasalahan stunting adalah permasalahan yang tersistem dari kehidupan yang jauh dari aturan Sang Pencipta, yang mengakibatkan kerusakan dalam semua cabang kehidupan. Sehingga mengorbankan generasi manusia. Tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada aturan Sang Pencipta yaitu syariat Islam yang sudah lengkap diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad.
Islam adalah agama yang haq (benar), satu-satunya ajaran yang berasal dari Zat Maha Sempurna, yaitu Allah ‘Azza wa Jalla, dan diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai solusi atas seluruh permasalahan hidup manusia. Selain itu, solusi Islam adalah satunya-satunya yang bersifat manusiawi, di samping menjadikan manusia tetap dalam kemuliaan. Oleh karenanya, kehadiran Islam begitu urgen mengakhiri dehumanisasi dalam hal ini berupa stunting (Muslimah News,30-04-2025).
Baca juga:
Membebaskan Palestina Hanya dengan Khilafah
Sebagimana perkataan dari ibu Kartini yang sangat terkenal yaitu Habis Gelap terbitlah terang. Namun jauh sebelum ibu Kartini mengucapkan kalimat itu, Allah telah menyampaikan kepada kaum muslimin dalam firman-Nya yang artinya “Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung mereka adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (TQS al-Baqarah:257).
Dengan demikian sudah selayaknya kaum muslimin menyadari bahwa keadaan jati dirinya saatnya yang gelap harus bersegera menuju cahaya Islam yang akan memberikan kesejahteraan dalam kehidupan seluruh manusia.
Pandangan Islam yang benar mengenai manusia, khususnya perempuan dan anak, serta pemahamannya yang tepat tentang kebutuhan hidup manusia dan peran negara, menjadi kunci utama dalam keberhasilan upaya penanggulangan stunting.
Sehingga tidak ada cara lain untuk mewujudkan peradaban Islam itu, kecuali dengan berdirinya Institusi Khilafah sebagai tonggak pemerintahan. Selain itu, sistem kekhilafahan adalah satu-satunya yang dapat menerapkan aturan Allah secara kafah tanpa mengabaikan sebagian aturan-Nya. Sebagaimana yang terjadi pada sistem kehidupan yang saat ini diterapkan oleh penguasa. Wallahualam bissawab. [ry].