Kegagalan Sistem Kesehatan, Apa yang Harus Diperbaiki?

Goresan Pena Dakwah
0


Ilustrasi : Pelayanan Kesehatan (pinterest)

Oleh Yuli Mariyam 

Pendidik Generasi Tangguh


Beritakan.my.id, Opini--Allah, Dialah yang menciptakan manusia dalam keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu menjadi lemah (kembali) dan beruban” (TQS Ar-Ruum: 54).


Fase pertama lemahnya manusia adalah di tiga sampai lima tahun awal kehidupannya. Hampir setiap keinginannya harus dibantu orang lain, baik makan, minum, membersihkan diri bahkan untuk memulai istirahatnya. Namun, apa mau dikata ketika seorang balita diasuh oleh kedua orang tua dengan keterbatasan ekonomi dan dinyatakan sebagai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). 

Baca juga: 

Memalak Rakyat Atas Nama Pajak?


Tanah dan tempat tinggal yang kotor adalah tempat bermain sang balita, gizi buruk dan penyakit paru-paru pun memperburuk kondisi kesehatannya, mirisnya,  BPJS yang disebut-sebut sebagai penjamin kesehatan masyarakat justru aktivasinya mengalami keterlambatan. Balita malang bernama Raya itu pun menghembuskan nafas dirumah sakit dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, ribuan cacing keluar dari setiap lubang tubuhnya (DetikNews.com, 22-8-2025).


Manusia Makhluk Sosial

Manusia sebagai bagian dari masyarakat tentunya ada hak dan kewajiban yang diamanatkan kepadanya. Senantiasa peka dengan sekitar, saling tolong dan bantu dalam menciptakan kebersihan dan kesehatan lingkungan, adalah tugas bersama. 


Banyak yang harus disoroti dari kasus Raya. Pelayanan kesehatan di negeri ini belum sepenuhnya menjamin kesehatan masyarakat, mekanisme pelayanan yang rumit membuat masyarakat dengan kondisi darurat kesehatan mengalami kelambatan penanganan, abainya negara dan masyarakat terhadap kondisi lingkungan juga menjadi bagian yang memperparah hal tersebut. Semuanya terjadi karena Sistem Kapitalis yang lebih mengedepankan individualisme, ditambah dengan adanya privilege orang-orang yang beruang dalam menerima akses layanan kesehatan yang layak.


Teh Iin sebagai founder lembaga sosial Rumah Teduh harus mengeluarkan uang sebanyak Rp11 juta,  untuk perawatan Raya selama tiga hari di rumah sakit dan itu pun masih harus membayar tagihan Rp23 juta lagi untuk obat sampai kepemulasaraan jenazah Raya. Dan perlu diketahui uang tersebut tidak didapatkan dari Dinas Sosial (Kumparan.com, 25-8-2025).


Kesehatan dalam Pandangan Islam


Kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama baik individu, masyarakat maupun negara. Secara individu, seorang muslim akan senantiasa menjaga kebersihan tubuhnya dengan mandi dan berwudhu yang dilakukan setidaknya lima kali dalam sehari, makanan  sehat sekaligus halalan toyyibah baik cara mendapatkannya maupun zatnya. 

Baca juga: 

Pujian Global Emansipasi, Perempuan dalam Jebakan Narasi


Pada skala masyarakat, kaum muslim adalah masyarakat yang tidak diragukan kepeduliannya terhadap sesama, menjaga kebersihan lingkungan, saling membantu dan saling menasehati dalam kebaikan. Sedangkan dalam skala negara, Negara menjamin pelayanan kesehatan tanpa memungut biaya apapun atau dengan harga murah dan terjangkau. Tidak pula menyerahkan kepada pihak asuransi, mengingat praktik asuransi dalam Islam haram.


Sejarah membuktikan kisah-kisah gemilang masa kejayaan Islam dalam tiga aspek kesehatan, yakni: pembiasaan hidup sehat, pemajuan ilmu dan teknologi kesehatan juga penyediaan infrastruktur dan fasilitas yang memadai di semua titik.


Rasulullah sebagai uswah (tauladan) kaum muslim menggambarkan penjagaan kesehatan pada dirinya, selain ruqyah syar'iyah yang digunakan untuk penyakit yang disebabkan oleh sihir. Sedangkan pengobatan sakit fisik, dengan bekam dan fasdu. Sebagai kepala negara, Rasulullah juga pernah menghadiahkan seorang dokter hadiah beliau secara pribadi dari Raja Mesir, kepada masyarakat Madinah, agar memberikan pengobatan dan pendidikan kesehatan secara gratis. Rasulullah bersabda: “Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Allah mengetahui cara penyembuhannya”(HR Al Bukhari)

Baca juga: 

Tax, Zakat, Waqaf, Which One Wins?


Sepeninggal Rasulullah, para Khalifah juga tetap fokus dalam pelayanan kesehatan. Sejarah mencatat, pelayanan kesehatan yang diterima  pasien adalah perawatan sekelas hotel berbintang, diterima layaknya tamu kehormatan dan dilayani selama tiga hari berturut turut. 


Dan jika terbukti tidak sakit, maka pada hari ke empat akan dipersilahkan untuk pulang, namun jika terbukti sakit dan perlu perawatan maka para dokter dan perawat akan melakukan perawatan terbaik. Jika pasien adalah  tulang punggung keluarga, maka rumah sakit akan memberikan sejumlah uang sesuai kebutuhan keluarganya selama pasien sakit. 


Dana pendirian rumah sakit dan juga pelayanan gratis yang ada dalam Sistem Islam didapatkan dari Baitul Mal,  ditambah infak para aghnia ( orang-orang kaya) baik berupa diri dan hartanya untuk melayani umat.  


Begitulah Islam, sebagai agama yang sempurna dan paripurna, Islam mengatur kesehatan masyarakat secara sistemik dari hulu hingga hilir,sebagai bentuk riayah suunil umah ( pelayanan).  Sudah seharusnya, kesadaran untuk kembali kepada sistem yang paripurna ada pada benak kaum muslimin agar kesehatan merata dan adil bagi semua orang. Wallahu A'lam bishowab. [ry].

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)